Senin, 07 Mei 2012

Kampung Batik Palbatu, Gerakan Membatik Jakarta

Minggu, 6 Mei 2012 | 20:45 WIB Kampung Batik TERKAIT: Di Jakarta Pun Ada Kampung Batik Batik "Beresin Jakarta" untuk Diwakafkan Kampung Laweyan, Kampung Batik yang Eksotis Kampung Kauman, Surga Batik Solo KOMPAS.com - Batik memang tidak dibuat dari bahan cat. Batik dibuat dari cairan yang diolah dari canting. Namun, kampung batik yang satu ini justeru menggunakan cat untuk membatik, karena benda yang diberi motif batik bukanlah kain, melainkan jalanan dan dinding rumah. Memang, acaranya belum sebesar acara Karnaval Batik di Solo atau di kota-kota lainnya. Tapi bagi kami, yang terpenting adalah memulai dulu. Dari gerakan kecil ini kami berharap akan merambat ke kota-kota lain. -- Harry Domino Kampung Batik Palbatu, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, adalah satu-satunya wilayah di Jakarta yang memiliki rumah warga dan jalanan yang dicat dengan motif batik. Karena hal inilah, Kampung Batik Palbatu meraih dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) pada 2011 dan 2011. Kampung Batik Palbatu juga telah telah dua kali menyelenggarakan Jakarta Batik Carnival. Penyelenggaraan pertamanya diadakan pada 21-22 Mei 2011 lalu, sedangkan pelaksanaan keduanya berlangsung pada 5-6 Mei 2012. Meski tak sebesar penyelenggaraan festival batik di Solo dan kota-kota lainnya, Jakarta Batik Carnival yang digagas di wilayah ini telah menghadirkan 27 perajin batik dari Sumetara hingga Jawa. Tahun ini, Jakarta Batik Carnival 2012 didukung oleh AkzoNobel Decorative Paints Indonesia (PT ICI Paints Indonesia), yang merupakan produsen cat Dulux. "Kami menyediakan 120 ribu liter cat yang akan digunakan warga untuk mengecat dinding luar rumah mereka dengan motif batik. Jumlah ini mungkin akan bertambah, sesuai kebutuhan warga," ungkap Mediko Azwar, GM Marketing PT ICI Paints Indonesia, dalam jumpa pers pembukaan Jakarta Batik Carnival 2012, di Kampung Batik Palbatu, Jakarta, Sabtu (5/5/2012) kemarin. Selama ini, pelaksanaan konsep kampung batik dengan mengecat dinding rumah dan jalanan di wilayah Palbatu memang digagas oleh 4 orang pecinta batik. Keempat orang tersebut adalah Ismoyo W Bimo, Harry Domino, Iwan Darmawan, serta Safri. Mereka melakukan pengecatan secara mandiri, dengan sesekali dibantu donatur yang tertarik membantu mereka. "Kami terima sumbangan, biar seribu-dua ribu perak, asal pelan-pelan rumah warga bisa dicat batik. Akhirnya, ada juga sponsor yang mau menyumbangkan cat untuk melanjutkan misi kami," jelas Harry Domino. Harry mengaku, biaya yang dikeluarkan untuk membuat konsep kampung batik dan acara Jakarta Batik Carnival ini dimulai dengan modal Rp 15 juta. Sampai penyelenggaraan kedua pun, kata dia, pengeluarannya tidak lebih dari Rp 30 juta. "Saya memang belum sempat ngitung, tapi kira-kira segitu. Artinya, tidak perlu biaya besar-besaran untuk membuat sesuatu yang menggerakkan. Yang penting jalan dulu, biaya akan datang dengan sendirinya," ujar Harry. Beragam kegiatan Jakarta Batik Carnival yang digelar selama dua hari setiap tahunnya ini berisi praktik membatik dengan canting di Sanggar Setapak dan Sanggar Cantingku, pergelaran fesyen, pentas seni, dan kuliner tradisional. Acara festival terbuka untuk umum dan gratis. Tahun ini, sebanyak 27 perajin batik dari berbagai daerah siap menerangkan sejarah hingga proses pembuatan batik kepada para pengunjung. Perajin menggunakan 30 rumah warga untuk pameran batik sekaligus memberikan edukasi yang dibutuhkan warga dan pengunjung seputar dunia batik. "Memang, acaranya belum sebesar acara Karnaval Batik di Solo atau di kota-kota lainnya. Tapi bagi kami, yang terpenting adalah memulai dulu. Dari gerakan kecil ini kami berharap akan merambat ke kota-kota lain," jelas Harry. Dukungan Tahun ini Jakarta Batik Carnival juga dibantu oleh Yayasan Nalacity. Tahun lalu, meski belum didukung sponsor, Jakarta Batik Carnival tetap ramai dan sukses karena didukung banyak pihak yang tak dipublikasikan oleh Harry. Adapun Yayasan Nalacity merupakan yayasan penampung para wanita penderita kusta yang dikucilkan keluarga dan orang-orang terdekatnya. "Kami membantu penyelenggaraan Jakarta Batik Carnival karena memiliki prinsip dan konsep yang serupa, yakni memanfaatkan kreatifitas untuk mewarnai hidup," ujar Hafiza Elfira, salah satu pendiri Nalacity Foundation. Nalacity, yang semula proyek sosial, kini berubah menjadi proyek sosial bisnis. Yayasan ini menjual produk jilbab, yang hasil penjualannya disumbangkan untuk para penderita kusta. Pun, demikian kiranya dengan Kampung Batik Palbatu. Jika semula hanya wadah pelestarian budaya, Kampung Batik Palbatu kini memiliki 7 gerai batik komersial. Hasil dari gerai-gerai batik itu kini bisa membantu pemasukan keuangan baru bagi warga sekitar. Inilah yang membuat Elfira merasa, bahwa Nalacity memiliki kesamaan visi dengan Kampung Batik Palbatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar